Tuesday, May 7, 2013

Sirat Batin.., Surat Jiwa.., dari Serat Qolbu... 

by Ellyssee Lavin (Notes) on Saturday, February 13, 2010 at 8:58pm




Teruntuk orang terkasih, manusia tercinta dan mahluk yang sangat berharga bagi Ayah dari Anakku...

Berat hati, kugerakan beberapa jemari dalam nyeri
Suka cita terpatri dari prasasti hati disisi jantung ini
Hangatnya kini berganti dingin yang menggigil, disergap kesyahduan hati yang tersingkir, dicekam resah dari batin yang terusir

Andai aku keliru menganggap kalian sepuh kandungku
Maafkan aku
Karena aku terlalu tulus menyukai pengakuan itu

Andai aku salah menerima cinta dan sayang kalian dalam tingkah
Maklumi aku
Sebab aku terlanjur melepaskan kasih hati bak tombak panah

Andai aku tak mengerti bahasa budi kalian selama ini
Jangan pernah menghakimi
Alasannya sederhana lagi, tak terbersit sedikitpun keraguan menerima, karena aku tak pernah mahir berbasa basi saat memberi

Jika aku tak pernah faham arti dan makna bahasa kalian
Tolong jangan aku dipersalahkan
Karena aku jujurku ikhlas bicara tanpa kedustaan

Andai pula aku salah membaca sirat mata dan lukisan air muka,
Jangan tanya aku mengapa
Karena aku tak menyukai riasan dan topeng ajaib hanya untuk sekedar dipandang cantik

Andai aku kurang dalam lebih yang kau harap dari yang kau raih
Katakanlah...
Meski aku akan berusaha senang diatas sedih

Andai kalimat2ku tak terdengar manis
Jangan ragu menegurku
Agar aku segera membenahi otak polos dan lidah lancangku meski aku tak jua memahami maumu

Andai kelakuanku membuat jengah gengsimu
Marahilah aku dengan petuahmu
Supaya aku mengerti apa yang dianggap baik dalam menaikan derajatmu dari pola pikirmu

Sedih rasanya merasa tersisih
Sakit rasanya kedudukanku mulai terhimpit
Beban seakan berat menekan perasaan
Hati seakan lebam dan bengkak membuat dadaku sesak
Nyeri si batin menuai lara duka dan luka yang semakin
Pedih serta merta menyebar rasa segenap rana

Tidakkah kau sadari
Cubitanmu sakit melukai kulit ini
Warnanya memerah seolah darahpun menyembul penuh marah
Mulutku mengaduh berinterupsi
Gigi pun menegur bibir dalam gigit menyampaikan sakit
Mataku sayu menyaksikan penuh lesu
Kira kira seperti itulah jika kalian tak mampu memahami sakit hatiku
Tak ada bedanya jika kau cubit sendiri kulitmu
Ataukah kalian memang telah memasang kebal ilmu
Hingga tak lagi mampu merasakan kepekaan dari lembutnya daging merah sebelah jantung didalam rongga dadamu

Maaf jika aku terlalu kencang bertanya atau menuliskannya, dan agak sedikit kasar berujar dari sopan yang kau anggap wajar, semoga aku tidak demikian kurang ajar...

Kemarin kudapati bencimu...
Dan kukemasi lagi, dalam bejana bijak dan sederhana pasti
Kumenangkan ego hati hingga jinak dan lembut kuusapi
Lalu kuselesaikan dan kulupakan dalam sedih yang telah kusulap rapih
Dan marahku pun telah kurubah indah dalam ikhlas penuh pasrah
Dan dendamku sukses kutolak dipintu bijak yang kujadikan tonggak penangkal jebak
Tulusku terima cacian dan hinaan dalam wadah luas kesadaran beralas kecintaan penuh hormat dan keseganan
Lalu...
Kukira aku telah selesaikan pertarungan, dan tinggalkan medan peperangan

Baru saja kubuat kesimpulan
Bahwa aku telah mahir kuasai senjata perangi lawan
Namun ternyata musuh kembali datang lebih kuat menyerangku dalam kesorangan

Padahal akupun baru sebentar bangga dengan bendera merdeka yang kukibar
Namun ternyata tak sempat kupancangkan karena angin lawan melemparkannya dengan tenaga yang begitu besar

Sore tadi...
Kecut masam kesal wajah itu kutemui lagi
Sadis mata tajam itu menusuki perasaan lebih kejam
Irama dan suara sinisnya membuat hati jengah marah dan terperangah
Bahasa tubuhmu membuatku seketika membius bungkam lunglai terbekukan kepedihan
Tak kuasa kutengadahkan muka
Tak berani kumelangkah masuk pintu hadirkan diri lebih dekat lagi
Sikapnya memvonisku tuk lenyapkan diri dan berlari
Namun dua belahan jiwaku menatapku penuh arti
Beri kuat laksana hawa murni bangkitkan energi
Urung hatiku tak tega tinggalkan mereka
Betapa simpul itu kuat menjeratku dalam tatapan mereka berdua
Dan aku tak bisa melepaskannya

Aku larut dalam diam tanpa keputusan
Kubenamkan wajahku dalam pejam yang kueratkan dalam dalam
Tak lagi kumampu menyadari jalan hela nafasku
Tak lagi kubisa hitung detak alunan jantung
Bahkan darahku sontak terkesiap dan tak terasa berpijak
Ragaku pun seolah tegak tanpa otak
Namun lemas seolah meluruh hati acap kali
Mataku berontak menahan air mata panas yang sepertinya segera deras

Namun...

"Mama......!"
Suara itu mengejutkanku
Membuyarkan fokus rajam yang menikam
Melarangku meneruskan kehanyutan dalam kuatnya arus perhelatan antara emosi dan kesadaran

Kucoba tampilkan senyuman ringan
Meski teramat sangat kupaksakan
Kuraih tubuhnya dan kubawa dalam dekapan
Kubelai rambutnya penuh kebanggaan diantara sayang, khawatir dan pedih yang belum tuntas kukaji dalam perasaan
Belum cukup tenaga kutenangkan neraca
Ayunan emosi ini masih kuat mengayun dan menghempaskan rasa dari hampa

Anakku mulai gelisah
Menatap mataku penuh resah
Tatapnya siratkan pertanyaan dan ketakmengertian penuh khawatir dan kecemasan

Kedua mata anakku yg bak kejora
Perlahan mengabur berkaca, pesannya menyiratkan rasa sayang, & takut kehilangan
Hatiku lemas mendapati bidadariku yg tlh mampu membaca & menangkap arti kesenduan sang Ibu, bahkan sepasang bintang kejora itu seolah melukiskan isi hati sang Putri
Betapa duka sang Ibu membuat dadanya seketika nyeri
Pelukannya mengisyaratkan ngeri, andai sang Ibu pergi tinggalkan Putri sendiri

Duuch Anakku..
Puteri Kecilku..
Bidadari Hatiku..
Peri Cintaku..
Belahan Jiwaku..

Maafkan aku..
Bening matamu seolah cermin kaca
Pantulkan bayangan saat kulihat wajahku ada didalamnya
Begitu lemah, rikuh & rapuh dlm duka yg tersimpuh..
Suara dari celoteh hangatnya sadarkan bisuku yg kian membeku
Bahasa tubuhnya sarat makna Cinta & kerinduan yg tak berkesudahan
Ya Tuhan, beri hamba kekuatan, Dilema ini kian terasa mengancam & menyudutkan

Anakku sayang...
Dengarkanlah suara hatiku
Kemarilah, letakan kupingmu erat rebah tepat didadaku
Adakah kau dengar gemuruhnya yang hingar bingar
Coba kau telisik suara itu satu demi satu
Jika ada yg lirih & merdu, itu pasti suaraku untukmu
Tidakkah kau faham apa yg dia katakan

Anakku sayang, tak perlu takut dan bimbang, aku akan selalu ada di seluruh alam kau punya kehidupan
Separuh hati ini rela kubagi, jangan kau minta semuanya sayang, karena yg separuhnya bukanlah milik kita, ataupun siapa siapa
Ketahuilah sayang, separuh hati ini ada yang mengisi tinggal didalamnya
Dia hidup Ada dan Bersuara, Suara Kasih dan Hakikat Cinta
Basuhi jiwa kita yang bak biru samudera luas dan indah akan dasarnya
Menjaga kita senantiasa dengan kemurnian kasih sayangnya, tanpa pamrih & teramat bijaksana

Seperti itu juga aku berikan segala galanya
Kucintai kau karena ajaran CintaNYA
Kusayangi kau seperti cara ber-KasihNYA
Kumiliki kau atas ijin dari KePemilikanNYA

Karena Cintaku padamu tak boleh melebihi daripadaNYA
Agar cintaku padamu senantiasa dipayungi CintaNYA

Jika kasih sayangku terlalu lebih daripadaNYA, aku takut keliru memberi & salah memaknai arti kasih selain dari kasih Sejati

Andai aku memilikimu dalam rasa penuh, tanpa mengakui Pemilikmu, rasaku akan sia sia saja, bahkan mungkin aku akan merasa tersiksa dalam jerat yang kucipta secara paksa

Anakku sayang...
Jangan pernah takut kehilangan, karena kita, aku dan kau, tidak akan pernah sendiri dalam kesorangan

Pemilikmu, adalah Tuhanmu
Penjaga jiwa ragamu
Penjamin hakikatnya hidup dan matimu
Kita bisa bernyawa karena Dia
Kita dapat merasa dan berbicara karena Dia
Kita menangis dan bahagia pun karena Dia
Kita bisa berfikir dan bergerak karena juga Dia

Anakku sayang...
Lihatlah dan rasakanlah, betapa Cinta dan tanggung jawab Tuhan tak ada bandingNYA
Jauh lebih Murni, Tulus, Besar, Mulya dan Maha Tinggi
Mustahil dimiliki orang orang seperti Ibumu ini
Karena kita semua hanya manusia biasa, tak lebih dari wayang luar biasa dari CiptaanNYA

Aku harap kau saat ini cerdas dan dewasa seketika
Mampu menyelami arti dari dedikasi kasih yang kuberi
Bisa menangkap dan mengeja bahasa makna cinta yang kuajarkan baru saja
Kumau kau lebih siap belajar bersikap
Paling tidak kau mengerti sirat dirimu dalam berhasrat
Segala inginmu adalah tindakan basa basi selain memasrahkan inginmu pada sang Illahi
Karena segala inginmu ada karena KehendakNYA yang disuarakan melalui hati, dicetuskan otak kepala menjadi fikir lalu diperintahkannya melalui gerak yang melahirkan tindakan atas usaha untuk mencapainya
Anakku sayang, buah hatiku...
Mulailah perlahan, lambat memasti, dirimu mengerti
Bukankah itu semua karena Tuhan memang Ada bersemayam menjadi Satu dalam jiwa raga diri kita
Anakku sayang, buah hatiku...
Jangan terlalu cemaskan kesedihanku
Aku pasti baik baik saja disampingmu
Hapus resah dalam kejora indahmu
Tersenyumlah, kembalikan indah binarnya
Hibur aku dengan celoteh lugumu, tawa riang dan imajinasi imajinasi luar biasamu
Sekarang kembalilah kedunia kecilmu, simpan dewasamu yang tadi kuminta, karena aku telah usai beri kau mantra dan kidung dari syair Jiwa titipan kabar dari Sang Dia, Sang Segala - galaNya...

Anakku sayang, buah hatiku...
Marilah kita tidur, meski sejenak, ditemanimu akan membuatku terhibur
Walau sebentar lagi adzan Maghrib kan memanggil
Kuingin mendengar kumandangnya saat sedihku mereda, agar aku nanti bisa haturkan sujudku tanpa malu padaMU

Namun entah mengapa
Saat waktu itu tiba
Rasa nyeri itu seketika sontak tunjukkan lukanya
Begitu tergesa mendahului do'a
Buliran air matapun pecahkan sakral suasana menjadi kian syahdu merinduMU
Tetes demi tetesnya yang jatuh, bagaikan ikut menggantikan rasa yang mulai bertasbih mengadu padaMU mengupas pedih

Ya Allah, Ya Rahman Rahim...
Jika luka yang kemarin belum cukup membuatku bijaksana
Mungkih ini buktinya
Mengapa aku bisa merasa nyeri dari sakit luka yang hampir sama
Aku ataukah mereka yang tidak meracik rasa dari ego yang kerap hijau dlm mentahnya
Harus kuapakan lagi rasa pahit & sakit ini, sementara kebencian mrk begitu murkanya pada hamba...


Kain Sajadah berwarna merah
Perlahan berubah turut sembab terbasah
Jubah putih kain sederhana sang Mukena
Tak ayal menjadi saksi perdana
Tak ada yang kuasa kuucap sebagai do'a
Karena air mataku telah berkata segalanya

Mengapa, Ya Allah...
Hamba makhluk biasa yang sarat dosa
Namun hamba tak ingin berbangga dalam nodanya
Tetapi nyeri ini seolah menancapkan panah beracun "tanya"
Menikam jujurku diatas kesabaranku
Apakah aku ikhlas dengan lukaku
Apakah aku telah puas dengan sabarku
Atau aku menyerah mengasah pekanya bijaksana dalam tabah rasa

Ya manusia...
Ijinkan aku berbaik sangka
Bencimu tak lain adalah cambuk CintaNYA
Dengkimu adalah tamparan lembut KasihNYA
Kejammu adalah titipan Dia sebagai surat Rindu untukku
Sadismu mungkin isyarat perantara akan Sayang Dia padaku

Ya Rassul..., lihatlah umatmu
Padamu kucoba titipkan salam Rindu
Bantu aku sampaikan sembah raga sesaji rasa
Untuk Tuhanku dan Tuhanmu
Karena Engkau Kekasih SejatiNYA Itu
Dan do'aku pasti segera mendapat RestuMU

Ya Allah...
Telah kudapat dan kuterima semua rasa dan buah karma
Dari kesengsaraan yang lama terlena
Bahkan hingga tak mampu lagi ku teriak mengaduhinya
Meski nyeri, meski perih, meski hancur berakhir pedih atas mereka dalam bencinya
Meski lara, meski merana pun menderita atas mereka disetiap ucapnya
Hamba tetap ingin balaskan cinta, walau ingin rasanya ragaku raib seketika saking tak berdayanya hamba
Mereka orang tua suamiku tercinta
Mereka eyang dari anaku semata wayang
Dan hamba tak ragu berikan kasih sayang
Namun entah apa maksudMU
Seiring waktu berlalu, yang nampak bukan yang kuharap
Setelah sekian lama, ayah dari anaku pun diperlakukan tak layak
Semula, kukira dia tak pernah merasa, dalam diam dia kemas rapat lukanya yang lama berkarat
Semula juga, kutak pernah menyangka, jika dia tak setegar saya
Hingga suatu malam pecah sudah teriak dan raungannya, terlupa akan sosok sbg ayah dan kelelakiannya, namun sayang tak ada penjelasan dan cerita apa2
Sampai akhirnya wajahnya luruh dan rubuh dalam pangkuanku, lelah rebah tergolek pasrah, dan aku terpana dalam puncak gelisah
yang membahana
Suamiku...
Seberapa dalamkah lukamu
Seperti apa kau punya cerita duka
Mengapa tanpa berita kau buncahkan kuras air mata
Yang selama ini tak pernah kulihat jatuh diwajah arifnya

Dan...
Ketika kebencian mereka tak lagi tertahankan, mengenaiku tak terelakan
Akupun memilih untuk cerita segalanya, meski dari awal ak tak punya rencana beritahunya, karena ak menghargaimu sbg suamiku, dan sbg anaknya

Apa yang terjadi...?
Pengaduanku yang kukemas dalam lemas
Kutata secara rapi agar hatinya tak tersakiti
Tangannya meraih kepalaku, mendekap dan membelai rambutku, namun matanya enggan menikmati wajah senduku, entahlah dia kulihat begitu rapuh sekaligus kuat malam itu, dan ak tak peduli, usapan tangannya telah membuat bendungan air mataku hancur seketika, tangisku pecah didada bidangnya...

Sabarlah Istriku, dengarkan aku...
Apa yang kau rasa, tak ubahnya adalah rasaku, pedih dan menyiksa, namun tidakkah kau lupa, jika dalam getirnya ada nikmat dahsyat yang hebat saat kau ikhlas menyelaminya...
Apa yang kau alami, yang kuterima pun tak kalah membuatku nyaris kehilangan nyali, namun kita tak pernah bisa hakimi siapapun atau diri kita sendiri, sementara Tuhanlah yang menghendaki semua ini, agar kita tak terlena dengan tenang kita yang sementara, agar kita tidak lekas jera meraih CintaNYA dlm peperangan jiwa, seperti yg tengah kita perangi bersama, Tuhan ingin kita bisa tetap bersamaNYA baik dlm suka atau duka, & berbagai rasa, krn Dia terlalu Mencintai kita...
Mungkin lukaku lebih parah lagi
Mungkin deritaku tak bisa kuwadahi lagi
Masih kau ingat malam itu aku menangisi..?
Itulah akhir kuasaku sebagai anak lelaki, tak mampu kusimpan beban ini sendiri, meski tak ingin kubagi pedihku menjadi pedihmu sebagai ibu dari anaku & sbg seorg isteri...
Namun saat itu juga, tepat disaat tangisku reda, kurasakan aku begitu bahagia, betapa tdk, Tuhan m'berikan klimaks derita atas ijinNYA aku mengucurkan air mata, bkn sekedar ak tumpahkan do'a sayangku, aku menangisi syukurku, aku menumpahkan ikhlasku, air mataku kuuntai m'jadi ribuan bahkan jutaan dzikir pasrah atas kecintaanku dlm kritisnya penderitaanku pada Tuhanku...
Dan seketika, melalui lapangku seusai tangisanku, Tuhan berikan jawab pasti padaku
Jika aku tlh tepat terima salam rinduNYA untukku
Jika aku baru saja mampu menangkap sinyal CintaNYA atas diriku melalui sgla duka pedih luka perihku
Sekarang lihat aku sayang, pandanglah mataku...
Ikhlaskah engkau menemani sisa hidupku, yg mempunyai orang tua tak sesuai harapmu, tinggal seatap n mengabdi meski berat hati...?
Masihkan kau rasa cinta yg sama kepadaku spti saat kita bahagia tanpa derita...?
Jika jawabmu iya...,
Terima kasih sayang, & tersenyumlah, krn aku baru saja m'dptkan berkah yg lebih dari bahagia, "Iya" mu adlh tenagaku, semangatku, & kesuksesanku m'beri & menerima Cinta, Cinta darimu & Cinta dariNYA...
Seperti sejuknya embun
Tutur ucap lelaki yang telah kunikahi selama 11 tahun lebih ini
Mengalir lirih lembut membelai gundahku yang terdampar di dasar kemelut
Kali ini matanya tak basah tergenangi air mata
Matanya redup menahan syahdu yang meletup
Tatapannya kosong seolah menerawang jauh ke alam yang sulit kuteropong
Wajahnya pasrah dalam bijak melukis wibawa yang tak kuduga

Tangisku masih dalam pelukannya yang penuh kasih
Betapa dekapannya kurasakan lebih damai dari sebelumnya
Dan tangannya masih tak lepas mengusapi kepalaku penuh haru

Istriku, kekasih hatiku...
Jangan habiskan tangismu, hingga lega hatimu
Namun jangan kau buang sia sia deras ikhlasnya yang jatuh
Buatlah tetes demi tetesnya ibarat butiran tasbih mutiara
Yang merangkum pujianmu kepadaNYA meski sebatas dalam isak nestapa
Pelan namun ikhlas, relakan dan terima sakitnya walau hancur terhempas

Istriku sayang...
Bukankah akupun belajar dari mengagumimu
Saat kau dulu meraih dukaku dalam senyuman keibuanmu
Aku terpesona dalam sabarmu, aku terjerat dengan bijakmu, aku terpana dalam tulusmu, aku jatuh cinta pada sholekhahmu

Ketika kita berdua sama sama mengembara di tahun2 pertama pernikahan kita
Betapa keadaan kita sulit dan menderita, pun jauh dari sanak saudara
Keterbatasanku menghabiskan waktu tanpa membahagiakanmu
Bukan sekedar dalam sebentar kau setia mendampingiku
Tanpa keluh dan menuntutku meminta apa yang layak dan hak untukmu dariku
Namun justru kau beranikan diri membantuku ringankan bebanmu
Kau ikhlas bekerja dalam waktu yang tak lazim dgn jam kerja biasa
Kau pintar menjaga suasana dan menjaga perasaanku
Betapa aku malu sekaligus aku menyanjungmu
Saat saat sulit kita dulu, semakin membuat sadar akan diriku
Jika aku tak salah menjadikanmu teman hidup dan kuharap hingga matiku
Kau seperti tak kenal dengan perbedaan, baik itu susah, senang, dahaga ataupun lapar
Kau begitu indah beraura sabar
Membuat hatiku semakin jengah tergetar
Kau begitu anggun dalam tabahmu yang cantik dan luar biasa, membuatku kian bersalah membawamu dalam sengsara
Meski kutahu, matamu jauh lara mendamba bahagia, namun sinar cintamu mampu mengikis dan mengaburkan siratnya

Istriku sayang...
Darimu segalanya aku belajar kuat dan bersabar
Darimu segalanya aku mengenal arti hidup yang semestinya

Maafkan aku sayangku...
Jika hingga sekarang, ini yang bisa kubagi, duka dan luka lagi yang kuberi
Aku rela untuk kau hakimi, agar rasa bersalahku tak menyudutkanku lagi
Andaikata kau telah memudari rasanya dari cinta
Akupun rela melepasmu bahagia
Karena aku sadar, keputusanku dulu yang membuat keadaan ini tak lagi membuatmu tegar

Maafkan aku sayangku...
Aku terlalu mencintaimu
Tentukanlah pilihanmu demi hak dan kebahagiaan hidupmu
Aku akan menunggu dalam cinta yang masih sama
Tak peduli kau akan putuskan pergi atau tinggal lebih lama
Berdo'alah pada Tuhan saat ini juga, agar kau meraih terang KasihNYA...

Kian lemas hati ini, mendengar apa yang telah terucap dari si lelaki
Betapa tak kukira dia mengulas kami dalam nostalgia
Mengenang memory usang yang memilukan untuk dikenang
Meski didalamnya sarat pelajaran matang
Dimana aku mulai hidupku dari kehijauan yang rentan
Dimana juga aku mulai mengerti arti dari cara mengisi perut ini
Dan tak sebentar diriku terasah dalam getirnya hidup alakadarnya, mengembara berdua, berbulan madu diperantauan tanpa bekal mapan dan bantuan dari sesiapa orang
Namun seperti apapun sedih dan sengsara kami berdua, betapa hati kami bahagia dalam bersama menikmatinya
Hingga menjelang aku mengandung anaku Lavina, yang tidak mudah menunggu takdir kehadirannya,
Tuhan menjawab segalanya,
Karirku mendapat kepercayaan diluar dugaan, diberi kuasa memegang 3 peranan
Dan akupun bangga dalam haru bahagia
Kesabaranku jumpai batas akhir lara, berganti ringan dan kemudahan tanpa syarat dan rintangan
Masih kuingat, saat kumulai susun rencana menyambut kelahiran anak yang lama kudamba
Dalam syukur yang sulit tergambar, atau kuucap dalam syair pujian, tak mampu aku menumpahkannya kecuali sujud dzikir dan do'a
Betapa ak saat it merasa menjadi makhluk teristimewa
Dikabulkan mengandung keturunan, dan limpahan rejeki dalam waktu yang bersamaan
Singkat kata, selanjutnya kami bahagia, bahagia, dan bahagia

Kehadiran anak kami menjadikan kesempurnaan yang tak ternilai lagi
Kesengsaraan yg dulu mengakrabiku tlh b'lalu malu
Namun ada satu hal yg m'jadi hilangnya rasa percaya diri sang suami
Ketika apa yg kudapat, melebihi dr apa yg dia dapatkan
Dalam diam, aku mulai faham, harga dirinya perlahan angkat bicara
Terlebih ketika segala materi dominan aku yg penuhi
Padahal aku tak pernah mp'masalahkan apa yg dia anggap kurang dr kepantasan atas harga dirinya
Dan, entah mengapa, saat aku pikir seglnya akn baik baik saja
Tanpa pernah terlintas jk hidupku akn berubah m'jadi tak bahagia, & t'nyata lebih menyakitkan dr sebelumnya

 

No comments:

Post a Comment