Tuesday, May 7, 2013

Gubahan Rasa..... -ellyssee lavin.

by Ellyssee Lavin (Notes) on Saturday, February 13, 2010 at 1:56pm



Suka atau tidak...
Hanya basa basi yg tdk menjadikan kunci
Kementahan emosi terkadang menjebak kita dlm ketdk jelasan menyikapi
Reaksi awal yg kerap secara spontan tdk terkendali
Seperti bahan bakar yg tiba tiba tersulut panas n api
Meledak ledak membuat kesadaran kita terbakar lupakan kesejukan bijak

Kesederhanaan, begitu mahal n mudah hilang dlm alfa yg fatal
Ketika rasa tergores marah, kecewa, sakit dan berujung sesal
Kejujuran Nurani pun nyaris lenyap tak terdengar
Yang ada hanya logika yang dibuat buat angkat bicara
Gengsi terpasang dalam wajah sebagai topeng kemunafikan
Malu terpaku menancapkan rasa yang hidup menjadi batu
Hati kerap dibutakan demi kesuksesan sebuah kebohongan

Lidah adalah sampah saat mengikrarkan salah
Otak adalah benalu saat mencetuskan nafsu
Raga adalah alat kotor saat diseret hasrat melakukan kelakuan diluar arif koridor

Padahal mata selamanya tak pernah berani berdusta
Sedangkan hatipun senantiasa bicara benar adanya
Sementara Nurani tak pernah mati, hidup dan menyuarakan kejujuran yang hakiki
Dan jauh di relung qalbu, jiwa tak henti hentinya memanggil kesadaranmu
Lantas ada apa denganmu...?
Tidak pernah tahukah, atau tidak pernah mau dan mencari tahu?

Bagaimana mungkin kau mengerti aku
Jika dirimu saja hanya bisa membanggakan topengmu
Sementara aku sudah mencoba jujur dengan kulit dan air rupaku
Mana mungkin kau mengerti makna ucapanku
Sedangkan yang kau bicarakan hanya bahasa egomu

Aku kasihan padamu
Meski batinku biru legam kau bidik lontaran tajam
Walau hatiku sakit kau tampar buah lidahmu yang pahit
Meski mataku nanar dan panas kau hempas dalam tatapan murka yang buas
Meski otaku sempat beku kau hantam ujaran kejam yang mencecar kalbu
Seketika jantungku seakan terhenti, saat kau utarakan benci
Saat itu juga darahku terkesiap menangkap ucap dan dendam keliru yang tersirat
Dan ragaku mati, jatuh dalam lunglai terancam antipati

Manusia...
Mestinya kau menyukai ilmu kaji rasa yang lebih bijaksana
Mestinya kau senang merawat marah dalam keseimbangan
Andainya engkau mengerti, lagi lagi peranmu kau bohongi
Betapa kau tak sadar egomu jauh kau tempatkan diatas ketidakpantasan
Sedangkan jiwamu kau jadikan alas emosi jauh diambang batas
Nuranimu kau bakar api emosi dibalik didih panas darahmu sepenuh nadi
Syarafmu nyaris putus dalam kencang murka yang ledak meletus
Matamu kau paksa jadikan lautan merah meregang marah, menghapus jujur bening telaganya yang indah pasrah

Tidakkah kau punya kulit perasa yang sejati
Dimana peka menerima imbas yang datang dan terjadi
Seperti halnya kesucian dari hati yang layaknya kau rawati
Tentu akan menjadi dasar dan pangkal apa yang seharusnya benar kau maknai
Sebelum otak dan mulutmu bekerja memikirkan apa yang layaknya tepat menjadi kata dan kalimat
Seperti pula wajarnya kulit pembalut raga
Selalu menjadi indera pertama pengecap rasa saat terusik jamahnya

Sakit hatiku...
Namun aku malu dengan tumbuh2an itu
Merekapun tak pernah mengeluh saat manusia mencabut dan menebangnya runtuh
Aku merasa gengsi bersaing dengan api, yang menyala dan lekas padam oleh dinginnya air yang menyejukan
Akupun merasa jengah dengan angin topan, meski ganas menakutkan, namun tak pernah lama datang dan tidak semuanya ia hancurkan
Dan aku merasa segan dengan ombak lautan, meski kerap mengamuk dalam angin dan gelombang, namun seketika kembali merata dalam tenangnya permukaan
Akupun belajar dari hujan, meski senantiasa ciptakan bandang, tapi airnya tetap menjadi sumber kehidupan
Dan saat aku memaki terik mentari di siang hari, senyum dan sinarnya tetap setia hadirkan hangat dan obati gigil dinginnya pagi

Jadi...
Biarlah dari sadismu pun, sakitku kujadikan ilmu
Dari pedihku kujadikan cambuk sadarku
Dari sedihku kujadikan embun sirami qolbu
Dari deritaku kujadikan kidung laras jiwaku
Dari marahku kujadikan panas tempa hati agar bekunya terhangati lagi
Dari lemasku kujadikan tongkat bahkan kokoh pilar dimana aku mampu berdiri dan bersandar
Biarlah lemahku kujadikan guru kekuatanku agar aku lebih bijaksana menyikapi dendam bencimu

Maha Rahman Rahimku
Maha Kuasa dan Kuatku
Maha Raja dan Rasaku
Dalam derita yang kugubah bahagia
Dalam puji syukurku yang terlalu terucap sederhana
Kuakui, Dirimu Hakku sebenar benarnya
Kuakui, diriku HakMU seutuhnya
Tak ada artinya rasa segala rasa hidup hamba
Tanpa tempaan dan pembelajaran Cinta
Tak bermakna sungguh bahagia hamba
Jika derita masih kuartikan siksa diatas kebenarnya
Kusadari setelah kuselami, Bahasamu yang teramat mulya dan tinggi
Kau sampaikan dalam berjuta kias dan ujian yang berwarna dan macam perwujudan
Syukurku kini teramat dalam kupersembahkan
Betapa nikmatnya Cintamu dlm Kasih kebijaksanaan
Dimana aku mampu memasuki dunia peperangan yg Kau Maksudkan
Dan hamba mulai faham bagaimana menggunakan persenjataan
Demi jiwa raga yg senantiasa pantas terselamatkan

Tuhanku..
Cintaku..
Rasaku, hidupku n matiku
Sembahku diatas sgl ingin n kuasaku
Sujudku diatas mulyanya sadarku
LILLAHITA'ALLA... Syukurku bukanlah demi SyurgaMU

No comments:

Post a Comment