Tuesday, May 7, 2013

R I N D U ....... -ellyssee lavin-

by Ellyssee Lavin (Notes) on Thursday, February 11, 2010 at 1:47pm


Hampaku tengah membatu
Terperangkap di kebisuan yang sendu
Merenda hati yang gelisah memasrahi kalbu

Saat hasratku terpasung dalam mendung
Ketika inginku begitu luas berjajar dalam penglihatan nanar
Tak kuasa lidahku katakan ujar, begitupun saat marahku meradang liar
Seperti ini selalu membuatku kaku
Akupun tak pernah menyukai topengku
Andai gamelan itu tak pernah merayu
Mungkin akupun tak akan meliukan tarianku

Andai syair itu tak terbaca iramaku, tak ada kidung yang kunyanyikan untukmu
Bila pasir putih begitu pasrah tersapu ombak buih
Bila nyiur begitu elok meliul melambai pantai
Bila karang perkasa menggagahi keperawanan samudera
Bila biru langit tertawa bahagia dalam kepongahannya
Mengapa aku hanya mampu menghenyakinya
Tanpa bertanya dan menelisik bisik maknanya
Hanya karena aku sedang sibuk menggubah dilema
Hanya karena aku tergoda memainkan kidung maya

Sendiriku menata nestapa
Betapa sulit tanganku menyelesaikannya
Mestinya aku semakin suka seisi rasa
Walau hujan memastikan kuharus usaikan sendirian tanpa teman yang akan datang

Ijinkan aku untuk jujur mengatakan
Kesal ini tinggal terlalu lama dalam diam
Menggodaku sejenak diatas kesabaran
Ronta hati seolah mencabik bijaksana mengayun ikhlas menghempas pasrah
Biarkan aku teriak pecahkan rasa
Biarkan aku menjerit memutus cekam
Biarkan aku menangis menguras pedih mengurangi lara, meski tak kan mampu menghapusinya
Kemana tangan ini berpegang saat tongkatku goyah dalam kegamangan
Bagaimana kakiku kulangkahkan, sementara jatuhku masih terduduk kelesuan
Kemana aku harus bersandar, sedangkan ragaku lemas runtuh gemetar

Lama sudah kuakrabi kecewa
Seiring tak lagi kuramahi wajah tawa
Lama pula kudambakan bahagia
Seperti tetes air diatas bebatuan yang menempanya
Gerah sudah diri dalam penjara
Membenamkan hasrat dalam kejujuran yang sebenarnya
Aku bosan menimang dilema, sementara jiwaku resah karenanya
Aku benci menghakimi diri
Sementara aku dibenam hasrat berkarat merindui

Tak ada yang pantas hadirkan puas
Ketika aku terjerembab gelisah dalam marah membuas
Tak ada yang berhak memberi muak
Ketika langkahku terlalu sering melambat dan jatuh dari pijak
Tak ada yang mesti memberiku pasti
Sementara bayanganku masih berharap lebih dicumbui

Duhai Pemilik Diri
Masih banyakkah duri menghalangi kaki
Saat aku kewalahan menahan beratnya kerinduan
Mengapa aku merasa kian tak tenang
Saat simpul simpul bayangan itu kerap menghadangi perjalanan
Aku telah lupakan bicara
Aku telah buangkan tawa
Dan aku telah abaikan rasa diatas Rasa
Namun belum lagi kufahami kehendak dan bahasa hampa
Saat kabut diluarku mengaburkan pandanganku
Aku pun tak lagi menyemai ribuan mimpi
Aku pun telah sirnakan merdu kidung pelipur hati

Apa aku masih harus melepaskan simpul simpul ini
Demi langkahku tuk tak tersandung lagi

Cintaku belum begitu sadar dalam benar
Cintaku belum lagi benar dalam sadar
Ketika nalar ikut campur mewarnai sadar
Ketika emosi dan nurani tak mau kalah bertengkar
Bagaimana nasib sang jiwa dalam kelananya
Jika senantiasa merana diantara pergunjingan keduanya

Bagaimana mungkin kuselami dasar indah samudera
Jika badai masih mengayunkan ganasnya
Mengancam kapal yang terapung menghempas dan membumbung

Apakah tanya jawab ini sebagai tanda
Apa yang kubaca hanyalah alakadar kiasnya
Apakah risau ini suatu ciri
Aku masih tak sempurna mengaca
Apakah sedih ini yang selalu melirih
Jika aku terlalu biasa belajar memilih

Duhai Pemegang Jiwa...
Percikanlah sebuah cahaya
Atau lembaran dengan aksaranya
Jernihkan aku dalam tajamnya mata
Melihat, membaca dan menafsirkannya
Agar aku mampu mengintip sedikit makna dari rahasia
Bukan hanya sekedar mendiamkan dilema

Duhai Penguasa Rasa...
Ajari lagi aku bercinta
Atau menyanyikan kerinduanMU sedalam dan semerdunya
Agar aku mampu mencipta
Bahkan menggubah syair maya dalam laguMU yang bijaksana

Meski aku tengah karam
Walau aku lagi kandas
Ditepi lautan dan terhempas
Kapalku pun terlempar, retak hancur berantak

Namun lukaku adalah rinduku
Pedihku adalah cintaku
Bodohku adalah semangatku
Gagalku adalah titian sempurnaku
Hampaku adalah gerak jiwaku
Diamku adalah keramaian bahasaku

MerinduMU
Dalam sendiri yang memaku sepi
Saat terjaga dalam pejam yang nyata di alam terangnya
Saat tuli dalam telinga yang jelas dalam sebenar dengarnya
Saat hampa dalam nafas yang mengalir ikhlas dalam helanya
Saat gelap dibenak dan otak yang cerdas dalam ruang sekatnya
Saat raga mati dan hidup karena sukmanya

MencintaiMU...
Bukan sebatas sepi angin kamarku
Tidak sehampa beku gulita malamku
Tidak hanya bisu di sendiriku yang satu
Bukan sekedar hampa dari diam dan keramaian egoku

MemilikiMU...
Tak cukup membaca dari sebuah Nama
Tak sekedar mengenal dari rasa yang kau hafal
Tak mungkin bisa tanpa meraga Rasa dari sejuta rasa sebelum meniadakan Rasa dan menemukan ketiadaannya Rasa
Mustahil pula tanpa mengerti dunia dan keindahan singgasanaNYA

Dalam ketakmengertianku
Dalam kebimbanganku
Dalam kesedihanku
Dalam kesendirianku
Dalam ketak b'dayaanku
Aku MerinduMu..

No comments:

Post a Comment