Tuesday, May 7, 2013

Perempuan dan Kabut Hujan

by Ellyssee Lavin (Notes) on Friday, April 2, 2010 at 4:08pm


Seperti biasa...
Kabut lembut menyelimuti seputar kaki gunung hingga pucuk pucuk rumput
Ketika gelegar petir terakhir menjerit, bak pluit hentikan deras lebat air lelangit
Lalu dingin menyanyikan gigilnya mengundang cekaman sepi
Tak nampak lagi kenari dipucuk hijau cemara, tak terdengar lagi pekik elang berkeliar mencari mangsa
Lengang sdh tanah basah, hanya desau daun bambu yg terdengar sesekali mendesah

Seraut wajah dibalik tirai warna biru cerah
Matanya sayu nampak kosong memandangi hari beku yg sombong
Tangannya berulangkali memainkan lembut ujung gelombang rambutnya yg hitam memanjang
Wajahnya tiada tampak semburat hangat
Meronanya pun tak lagi semerah delima

Mungkin wajahnya terlalu biasa, namun ketika senyuman khasnya terbit disela bibirnya, biasa itu berubah seketika, terlalu sederhana
Ada gurat keras dibentuk kedua alis tebal hitamnya, ada kerapuhan jauh didlm bening telaga bundarnya, nmn sebaliknya, saat dia tersenyum, sinar matanya pancarkan kematangan yg kukuh dan kuat, diatas jalan hidupnya yang begitu berat

Perlahan dia b'jalan dekati pintu kaca
Tangannya dg lembut membuka dan menutup kembali kesemula
Matanya menyipit, dahinya mengernyit, kedua tangannya salin menghimpit jemari seperti menahan nyeri
Tapi bkn karena sakit, melainkan hawa dingin dan gelapnya kabut tipis tlh membuat hatinya menjadi miris, dan batinnya seakan ikut teriris, meskipun tanpa tercipta tangis
Kakinya melangkah menuruni tangga kayu rumah, sesaat bibirnya menghela gelisah yg menggeliat
Angin semilir seolah menyapa dan menyambut dirinya, rambut panjang legamnya tersibak, matanya terpejam dan mengerjap, lalu kedua tangannya bersilang di dpn dada dan menggapai kedua pundaknya, perlahan dia mengusapinya, seperti berusaha bersahabat dg udara dingin yg menggodanya
Langkahnya terayun gontai, melenggang seolah enteng tanpa beban
Sepinya jalanan membuat hatinya menjadi kian nyaman menikmati sisa hari berwarna temaram, tanpa hangat dan tiada teman kesorangan

Hatinya mulai bergumam, lirih dan pelan, mungkin hanya malaikat yg mampu membaca dan mendengar...
Ya Tuhan...
Entah apa yg kurasa tanpaMU Maha Kuasa
Langkahku dlm basah licinnya tanah, buram temaramnya senja, gigitan dingin yg menyetubuhi kulit, mestinya buatku enggan menapaki setapak ini, mestinya buatku mencari singgah agar dpt kutunda resah, harusnya aku urung siapkan sampan dilautan dan pergi mengarung
Namun aku bosan merajut renda dan memintal benang, aku lelah bermimpi dlm rebah diatas bantal indah, aku ngeri berangan angan diatas langit tak bertepi
Aku hanya ingin pergi sebrangi telaga sisi hati, aku hanya ingin berlabuh disamudera jiwa, aku hanya ingin selami kedalaman laut qalbuku, aku hanya ingin berlari temui sang Nurani

Aku masih lagi belum tahu dan menelanjangi AKU, ketika mimpi2 mengacaui dan mengusik ketenangan sanubariku...

Aku harus lebih memahami arti BUTUH, ketika asa jatuh lukai hati seluruh baluh...
Aku harus kian jeli belajar memaknai arti SENDIRI, ketika keangkuhan sepi membuat nyeri hari hari diri...
Biar memori usang kujadikan sebuah lagu elegi, agar dpt kukenang dilain ruang hati
Biarkan aku m'cari bebas tanpa terluka dan kandas, sebab aku telah puas dlm belengguku yg m'jadi batas
Angin...
Semilirmu tebarkan wangi rindu alam yg simpan mustika Tuhan
Basahnya dunia, terpasrah sudah dlm hujan yg tercurah bersimbah berkah
Kehijauan alam yg lugu namun laksana jamrud ratu, membius nafsu meredam kemarahanku
Dingin ini mengajariku mandiri diatas kerapuhanku, ada pijar bara yg dpt kucipta dibalik beku merah darahku
Aku ingin mencipta sebuah lagu, dg syair syair Cinta berbait sepanjang nyawaku
Biar sang sukma menyanyikannya untukku tanpa harus menidurkanku sebelum fanaku
Biar iramanya diserapi pori pori batinku, lepaskan sesak jejalnya sesal kecewa yang mengaratinya

Sementara, dalam diam... kunikmati indahnya kanvas hampa
Tiada warna ataupun sketsa lukisan disana, kosong, putih dan menyejukkan tembusan dada
Aku tak ingin mengotorinya dg mimpi, aku tak mau merusaknya dg sketsa asa, akupun tak berniat poleskan warna warna dimensi imajinasi
Bermain sendiri di ayunan kesenyapan sunyi
Ternyata tak beda dg jalan jalanku sore ini, mengayuh langkah ikuti kata hati, merenda rindu bercengkrama dg alam yg akrab dlm bahasa bisu
Tak habis keasyikan ini dlm suasana haru biru, kesendirian bawa aku jauh menjelajah kedlm belantara hikmah yg blm terjamah
Biarlah harap kini berganti hasrat demi rasa jemu menanti jawab, bagai sinar di pekat gelap

Seperti biasa...
Kucari sepi, kumenanti tuk sendiri, saat geloraku tlah kutaklukan lagi...
Seperti biasa...
Wajah perempuan itu kembali dtg lagi, senyumi aku sapa aku dlm dunia "diam"ku, dan kini kami asyik b'cerita ttg perasaan yg sedkt hampir sama
Bedanya, Dia tetap begitu sempurna dlm diam dan bahasa bijaknya yg tak biasa...

No comments:

Post a Comment