Tuesday, May 7, 2013

JALAN CINTA

by Ellyssee Lavin (Notes) on Wednesday, May 23, 2012 at 12:17am


dihelanya nafas panjang, sesaat setelah melewati lembah dan perbukitan yang begitu panjang, wajahnya penuh dgn butiran peluh, membasahi wajah letihnya yang kian kuyup, matanya nanar menoleh kearah jalan dibalik tubuhnya, menatap sebuah pemandangan yang sulit dipercayainya, terkesiap darahnya, diantara rasa ngeri dan lega yang seketika disadarinya dalam diam tanpa kata2
tubuhnya terpaku dalam kebisuan yang tak ia hiraukan, pikirannya terbang dan menghilang, apa yang nampak pun seolah sirna dalam pandangan, matanya masih lekat kepada jalan dibelakangnya yang kini tak ubah seperti lukisan halus dalam warna yang kian pupus
perasaannya hampa namun terasa ringan seiring tenangnya irama nafas yang tersisa

dalam diam, hatinya mulai bicara,
"ya Tuhan..., seperti itukah jalanku kiranya, bagaimana aku bisa telah melaluinya?"

matanya mengerjap perlahan, seolah ingin menutup segala bayangan dibalik buruknya apa yang tengah ia pandang, seraya berbalik arah, kakinya kembali teruskan langkah, bibirnya bergumam lirih, "sungguh jalan yang indah"

jauh dalam hatinya, ia asyik bicara, diantara langkahnya yang kini terayun dijalan yang lebar tanpa aral dan tiada terjal, sesekali senyumnya mengembang, di matanya tergenang telaga yang bening yang tenang, ada nyeri tergores didada, ada bahagia membalutnya seketika, kini perasaannya riang dalam damai, tak ia hiraukan kedua telapak kakinya yang penuh luka nyeri sisa dari perjalanan yang bgt panjang, melelahkan, dan kerap mengancam jiwa, dia seolah tak pernah merasa terluka, dia seolah tak pernah mengalami itu semua, dia seolah baru saja menyaksikan kisah yang tak pernah ia sadari jika ia sendiri yang memerankannya dgn bgt sempurna, ia hanya tahu apa yang ia rasakan saat ini saja, mengenang apa yang telah dilaluinya, hanya takjub dan bahagia semata yang ia rasa, ia seperti lupa seketika, kalaupun ada sesaat bayangan kelam dan memedihkan, itu pun dinikmatinya dalam kerinduan, rindu dimana saat2 pilu itu menjadi titian demi titian dan pintu kepada kepasrahan yang membahagiakan, rindu kepada saat2 dimana segala pahit itu dijadikannya sebagai rasa lezat berserah diri sepenuh cinta, rindu kepada saat2 dimana ketika tak berdaya ia sungguh merasa haus akan CintaNYA, rindu kepada saat2 dimana dalam ketiadaan dia begitu mabuk kasmaran memasrahi Sang Maha Kasih Sayang..

kini matanya tak lagi nanar, namun indah berkilat penuh sinar, langkahnya begitu tulus dan pasti, hatinya damai dalam nyanyian cinta yang indah sekali, diantara senyuman yang sulit diartikan, sekali lagi bibirnya bergumam penuh kekaguman dan kebahagiaan
"... nikmatnya jalan Cinta..."

(€)

No comments:

Post a Comment