Tuesday, May 7, 2013

Kedua Kalinya.....?

by Ellyssee Lavin (Notes) on Friday, February 5, 2010 at 2:12pm


Kedua kalinya...
Air mataku tumpah didepan perapian
Ketika aku bingung mencari kamar persembunyian

Kedua kalinya...
Mereka menyematkan ketaksukaan
Melalui jendela jendela hatinya yang tanpa tirai

Kedua kalinya...
Mereka lupakan rasa
Bahwa manis madu hanyalah milik lidahnya
Bahwa sejuk embun hanya untuknya
Namun panasnya bara api kau genggam rasanya tak kau mengerti

Kedua kalinya...
Mereka melupakan bahasa
Memohon disegani dan dihargai
Tetapi yang dieriakkannya kemiskinan dan kekotoran hatinya

Kedua kalinya...
Mereka keliru menggunakan isi kepala
Ketika yang dianggap pikirannya selalu benar
Dan tanpa mau mendengar alasan, selainnya adalah kebodohan

Kedua kalinya...
Mereka bingung saat kakinya selalu tersandung
Mereka selalu salah arah melangkah
Dan menganggap orang lain yang menghalangi tujuannya

Kedua kalinya...
Mereka ceroboh menata hatinya
Ketika bangga dengan kesombongannya
Dan enggan peduli dengan sepenggal hati yang retak karenanya

Kedua kalinya...
Mereka tak mengenaliku lagi
Saat kau paksa aku menyetujui
Dan menyalahkanku dalam sesuatu yang tak kulakui

Kedua kalinya...
Kalian sengaja menganggapku tak ubahnya arca
Yang tak punya hati, mata, dan tak bisa bicara

Kedua kalinya...
Kalian gegabah mencabarkan amarah
Tanpa bertanya dan menganalisa
Apakah dalam benar aku harus berlaku salah

Kedua kalinya...
Kalian tega menganggapku buta
Tanpa alasan jelas
Tak pernah keberadaanku diacuhkan seolah tak pernah ada

Kedua kalinya...
Kalian sengaja menciptakanku terluka
Melalui kalimat dan sadisnya mata yang jujur bertutur kata

Kedua kalinya...
Tak ada senyum
Tak ada bahasa
Tak ada ruang buatku untuk menghadirkan muka

Kedua kalinya...
Kuali dan panci panci diatas tungku
Menjadi saksi2 tangis dan bisuku
Kepada siapa aku sanggup mengadu
Sementara aku meragukan keikhlasanmu mendengarkan keluhanku
Karena akupun tau
Dirimupun punya luka dalam sepertiku
Merasa asing dan seolah orang lain meski mereka ayah dan ibumu
Aku tak mungkin membagi air mata ini denganmu
Saat kaupun bimbang merapikan puing puing kehancuran batinmu
Biarlah...
Aku ratapi kesedihan ini hanya di depan perapian
Meski mereka hanya bisu dan diam penuh tanda tanya dan ketakmengertian
Sudahlah...
Kita jadikan saja sebuah pelajaran
Kita selesaikan tangis dan pedih yang membatu biar hancur cukup dalam dua kali yang mengharu biru
Sementara buah hati kita tak boleh tau
Terlalu suci untuk kita jadikan berbagi perih hati
Terlalu lugu untuk kita beritahu
Terlalu sayang untuk kitg jadikan pelarian
Biarlah dia tumbuh tanpa kita biarkan duka kita beri sentuh
Biarkan dia mengerti bahwa kita hanya ingin dia hidup berseri
Dalam hati yang utuh tak kita kotori
Dalam putihnya ajaran melalui sikap kita dalam ajaran kebijaksanaan
Melalui kerasnya hidup dan lembutnya kasih sayang diatas iman Tuhan
Melalui Cinta yang mengalir ikhlas bukan keegoisan
Biarlah hati kita hanya sebatas rahasia yang tak lama, dan hilang seiring keringnya air mata, bersih hati kembali ketika esok pagi
Meski lukanya tak kan pulih dalam sabar menanti
Bukankah Tuhan Maha Mengerti
Tak pernah tidur dan setia menemani
Hanya waktu yang akan beri janji pasti
Sudah sampai mana kita melangkahkan kaki, menjaga dan menelanjangi hati
Untuk hidup sebelum mati
Bukan hanya peliknya romantika duniawi
Tapi Cinta kita harus lurus tertuju pasti
Dan perjalanan kita tidak cukup sampai disini
Sebelum sampai pada pintu diam dan akhir keramaian
Sebelum pejam kita bukan sekedar buaian impian, tetapi kenyataan dalam alam pejam yang hampa namun penuh rasa yang tak terjabarkan
Sebelum ketenangan kita berirama dalam keserasian Atma
Sebelum segalanya menjadi tiada, tanpa rasa, tanpa ada dan hanya Fana bersamaNYA

Jangan keliru mengerti dan memahaminya
Arti hidup dan segala drama drama pentasnya
Semua hanya kamuflase dan metamorfosis "diri" semata
Bukan itu tujuan kita, bukan itu hidup sebenarnya bagi kita

Haruskah keliru untuk yang kedua kalinya...?

No comments:

Post a Comment