Wednesday, August 15, 2012

HATI SANG BUAH HATI

Pada usia tertentu, ketika si anak sdh mampu berkomunikasi dgn baik, mampu menuliskan cerita atau pengalaman kesehariannya, mampu menilai kepribadian orang2 sekitarnya, mampu berimajinasi n melahirkan ide2 dlm sikap n bahasa tubuhnya, tdk ada salahnya, sang orang tua secara bijak n sederhana mulai mengajak sang anak tercinta mengenali "hati" sejak dini, melalui membimbing mrk mengenali setiap perasaannya, mengarahkan mrk utk t'biasa mendengarkan isi hatinya, tanpa memposisikan diri menjadi sosok dewasa yg tengah mengajari, karena hal itu dpt membuat si anak jujur n tertarik diajak diskusi (curhat), bkn hal tdk mungkin sang orang tua seketika melebur menjadi sosok si anak itu sendiri, byk trik n cara yg pastinya dikuasai sang orang tua yg mengenal kepribadian sang buah hati tercinta dlm menyelami perasaannya, so layak dicoba.

Sepintas terkesan berlebihan, karena masalah "hati" adlh pastinya hanya difahami manusia dewasa, sehingga sang orang tua berpikir jika hal itu akan ditemui n dimengerti kelak oleh anaknya saat dewasa, tidak jarang si anak bertanya, misalnya, "mama, cemburu itu apa?" atau "mama, perhatian itu apa?", atau "mama, pilu/pedih itu bagaimana?"
dan jawaban orang tua sering menghindar utk menjelaskan, dgn alasan, "kamu masih kecil, nanti juga kamu akan mengerti"
padahal, saat itu si anak sangat reaktif n kritis dgn keingin tahuannya, disanalah kesempatan kita memperkenalkan masalah "rasa" dgn sangat sederhana, tdk ada formula khusus tentunya, tetapi kedekatan orang tua n sang anak akan sangat membantu kelancaran komunikasi n kesuksesan memberikan pengertian, sang Bunda biasanya memiliki peran dominan dlm hal ini.
Dan, atau bahkan, seringkali mrka mengatakan "aku sakit hati, tadi temenku cuekin aku" atau "aku tersinggung, waktu teman kelasku menyindir aku" dsb.
Hal tsb menandakan jika si anak tengah mengutarakan n mengekspresikan perasaannya, waktu yang tepat menjadi teman curhat mereka disamping sbg orang tua, bimbing mereka mengenali "rasa" keruh n "rasa" jernih dalam hatinya yang tengah dirasakannya, pun mengenali egonya yang tengah muncul, disatu sisi ia akan teralihkan dari permasalahan pokok dgn mengambil perhatiannya pada topik baru yang sebenarnya berkaitan dgn masalah perasaannya tadi, disatu sisi, akan membawa si anak kepada perenungan positif yang tidak ia sadari, asal sang orang tua mampu mengarahkannya dengan cermat, komunikatif, bijak n tepat.

Mengapa si anak sangat perlu dibimbing mengenali "hati/qalbu" sejak dini?
Hal ini akan membawa si anak terbiasa mengikuti nurani dalam sikap n pengambilan keputusan, fokus pada "rasa" dalam bersosialisasi n berinteraksi, mampu menguasi diri, si anak tidak terpaku kepada kehendak pikiran, n tentunya, ini akan sangat membantu si anak tumbuh menjadi dirinya sendiri yang mandiri n mampu bertanggung jawab atas dirinya pribadi.

Terlalu mulukkah hal tsb dijadikan pendidikan atau pelajaran buat si anak dalam keseharian, dimana usianya blm dewasa?
Tanpa menekan, menuntut, menyalahkan, menghakimi, atau bertindak sbg org yg mengajari, hal tsb akan sangat merangsang si anak untuk memahami, pasti banyak cara bijak yang dimiliki orang tua, karena hal ini mutlak dilakukan oleh orang2 yang sangat memahami kepribadian si anak.
Pendidikan spiritual itu sangat luas, tidak cukup dgn hanya memberikan ajaran agama dan segala tata cara syariatnya semata.
Seringkali sang anak bertanya, "dimanakah Allah/Tuhan itu berada? Hal ini adalah kebingungan sang anak yg kritis, pendidikan agama di sekolahnya tidak cukup meyakinkan hati mereka, kecuali hanya sampai pada pengetahuan pikirnya, belum pada akalnya.

Melalui pendidikan mengenali "hati" atau "rasa" tadi, adalah pintu awal pendidikan spiritual dari sang orang tua yang cerdas n penuh cinta kasih.

Spiritual tidak cukup melalui ajaran, tidak cukup pula melakukan ritual, biarkan si anak belajar kekhusyuan melalui senantiasa mencermati rasa di dalam hatinya sendiri, n mendengarkan kata nuraninya sendiri.
Sang anak adalah sangat cerdas, apalagi hal ini tidak memerlukan pemikiran apapun, karena justru si anak dilatih untuk tidak melekat sama pikiran, selain pada suara nuraninya terdalam.

Hal ini saya tulis menurut pemahaman saya sendiri, spiritual adalah sumber kecerdasan, tapi yang lebih penting, spiritual adalah dasar n pedoman untuk menjalani hakikat kehidupan.

Jika bisa, kenapa tidak?
Melalui keyakinan (bukan pemahaman) kepada Kebesaran Allah, pasti ada jalan n berkah.
Anak adalah amanah, namun anak bukan milik kita, tidak perlu ragu atau patah semangat memberikan pembelajaran kpd mrk, kita serahkan sepenuhnya pada Kerja Tuhan/Kuasa Allah yg penuh Cinta Kasih luar biasa.
Niat kita m'berikan pemahaman kpd sang buah hati, namun mrk pun adlh guru buat diri kita sendiri, sungguh mengasyikan bkn?
Indahnya kebersamaan yg saling mengisi penuh kasih sayang, dlm konteks ilmu hakiki... :)

Jelas hakiki, shalat n dzikir pun bkn ibadah bila tdk lahir n t'gerak dari hati.

(ellyssee)
 
 

No comments:

Post a Comment