Friday, February 22, 2013

COPAS by Keboireng's Blog

 

GULA-KELAPA

Posted in Uncategorized on April 28, 2009 by keboireng
Gula – kelapa pernah dipakai untuk menyebut nama bendera yang berwarna merah dan putih , bendera disebut juga panji atau simbul .
Gula dan kelapa adalah dua nama yang berasal dari satu keadaan yaitu sari bunga kelapa , Walaupun asalnya sama namun masing masing memiliki bentuk , warna dan rasa yang berbeda .  Gula ( jw ) berwarna merah kekuningan sedang kelapa berwarna putih. Gula berasa manis ,kelapa berasa mutlak ( ngemu rasa = mengandung semua rasa ).
Dalam bentuknya gula ditentukan oleh cetakan yang dibuat oleh tangan manusia sedang kelapa memiliki bentuk yang tetap walaupun tinggi rendahnya pohon yang menghasilkan tidak sama.
Gula dan kelapa mudah disatukan oleh selera .
Namun penyatuan gula dan kelapa masih dapat dipisahkan kembali dan itu terjadi ketika panas menghampiri maka terurai persatuan gula kelapa , gula dipanasi kembali menjadi gula , kelapa (santan ) dipanasi berubah menjadi minyak .
Dalam hal nilai , pengembalian gula memiliki nilai yang tetap sedangkan pengembalian kelapa memiliki peningkatan nilai ( dari santan menjadi minyak ).
Dalam gelap gula tak nampak sebaliknya dalam gelap minyak memberi penerangan walaupun tanpa api dan sumbunya.
Panas adalah rasa yang bagi sementara mahluk termasuk “rasa” yang tidak disukai karena menghilangkan rasa nyaman ( tak mengenakkan ) , panas dalam bahasa inggris disebut “Hot” dan dalam bahasa arab disebut “ Nar “.
“Nar”lazim juga disebut dengan “Neraka” yang berarti “ Wahana Panas” ( Hell ) , adanya wahana panas ( nar ) dapat dirasakan oleh yang memiliki (menggunakan ) perasaan , bagi sesiapa yang tak menggunakan rasa maka panas tidak mempengaruhi nya.
Putihnya kelapa nampak setelah dikupas dikuliti ( ditelanjangi-wudha ) , merahnya gula nampak ketika ia mulai menjadi gula , sebelum menjadi guna dia hanya cairan bening seperti halnya asal buah kelapa , semua berasal dari sari pati yang bening dan berjekat ( pliket – lengket ) didalam bahasa arab disebut “ sulalah “ yang dalam bahasa jawa disebut “ Lora “ yang berarti “ sesuatu bagian dari saripati.
Dalam hal kejadian manusia al Qur’an menyebut “ sulalatin min tin “ yang berarti sesuatu bagian dari sari pati tanah , sulalah atau lora dalam keadaannya adalah bening dan bening itu dapat berdiri diatas warna atau tanpa warna namun dia bukan bagaian dari warna melainkan mewakili texture penampilannya dan sifatnya , ibarat sebuah lem kertas , lem itu bisa saja dibuat berwarna warni menurut selera anak anak namun pada kenyataan setelah kita pegang dengan jari tangan maka akan keluar sifat lengketnya , ketika sifat menyata maka warna itu hilang yang ada hanyalah sesuatu yang bening transparan dan lengket , lengket adalah sifat mengikat , merekatkan atau menyatukan yang berpisah.
Didunia ini sekarang hanyalah persamaan sifat yang dapat menafikan warna kulit dan golongan , jabatan atau kasta bagi umat manusia , semisal “ persamaan (sifat) pandang” menyebabkan orang melupakan jarak atau jurang pemisah antara satu orang dan yang lainnya , mereka bersatu dalam satu pandangan yang sama demikian juga orang yang memiliki persamaan (sifat ) kata ( satu kata ) mereka dapat bersatu menggalang sebuah ideologi baru jauh meninggalkan beban hidup dan kesulitan masing masing .
Persamaan warna atau penyesuaian warna lebih sulit bersatu dibandingkan dengan persamaan sifat , orang kulit hitam merasa nyaman bersama sesamanya demikian juga kulit putih atau kulit berwarna ,warna hanya menimbulkan exclusivitas yang sempit sebagai mana adanya faham dan golongan sulit untuk bersatu.
Karena persatuan warna mereka justru menghasilkan warna yang baru demikian juga pemisahan warna akan mendapati adanya warna yang baru juga , hadis menyebut ini sebagai “ firgah” atau yang bercerai berai , berkotak-kotak atau bergolong-golongan.
Warna adalah pesona ia memiliki daya tarik tapi bukan daya rekat , ketika sifat itu kuat maka tak mudah untuk terpedaya permainan warna tapi ketika sifat itu melemah maka ia mudah diperdaya oleh warna bahkan akhirnya tenggelam terselimuti oleh warna warni
Melemahnya sifat diantara manusia adalah karena ulah para ahli fikir yang menggunakan rasio dalam membedah ilmu agamanya maka akibatnya sifat diri ditolakkan menjadi sifat semu seperti barang sewaan , erosi sifat diri makin lama menggerus adanya percaya diri menjadi sebuah rasa percaya , pada hal sesungguhnya selagi “masih terasa” itu sama artinya kepalsuan atau kesemuan , dunia ini adalah permainan rasa dan warna warninya .
Siapa merasa memiliki sesungguhnya ia tak punya apa-apa , siapa pula yang merasa percaya dia juga yang tak percaya , jadilah dunia ini senda gurauan rasa.
Karena didunia ini rasa itu bebas memilih dan menguasai , kadang pahit yang dipilih , kadang getir yang dikuasai , terkadang asam , kadang manis , panas , dingin , heran , takut , gembira dan kecewa .

No comments:

Post a Comment